Powered By Blogger

Sabtu, 09 Juli 2011

budidaya jamur merang

LAPORAN
BUDIDAYA JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Pilihan (MKP)
Budidaya Jamur

C:\Users\win7\Pictures\Picture\Lambang\Logo UMS Asli.jpg



Disusun Oleh :
Irvan Kurniawan
A 420 070 023




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Mata Kuliah Pilihan (MKP) Budidaya Jamur dengan lancar dan baik. Laporan ini disusun guna memenuhi syarat pengambilan nilai pada Mata Kuliah Pilihan (MKP) Budidaya Jamur.
Penulis tidak akan berhasil menyelesaikan laporan Mata Kuliah Pilihan (MKP) Budidaya Jamur ini tanpa bimbingan dan bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini
2.      Dra. Suparti, M.Si, selaku Kepala Program Studi Biologi
3.      Apri Risky. D. S.Pd selaku dosen pengampu selama mengikuti Mata Kuliah Pilihan (MKP) Budidaya Jamur dilaksanakan.
4.      Teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan Mata Kuliah Pilihan (MKP) Budidaya Jamur
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang ada pada penulis. Olah karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya, dan pembaca pada umumnya.


Surakarta, Juli 2011


Penulis


DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………….               i
Kata Pengantar …………………………………………………....              ii
Daftar Isi …………………………………………………………..              iii
BAB I Pendahuluan …………………………………………….....               1
A.     Latar Belakang ……………………………………………..              1
B.     Tujuan Praktikum ………………………………………….               2
C.                                                                                                                                                                                                     Manfaat Praktikum …………………………………………                                            2
BAB II Tinjauan Pustaka …………………………………………..               4
Bab III Metode praktikum …………………………………………               6
A.     Tempat dan Waktu ………………………………………...               6
B.     Alat dan Bahan …………………………………………….               6
C.     Pelaksanaan Praktikum ……………………………………                6
Bab IV Hasil Praktikum dan Pembahasan ………………………....                9
A.     Hasil Praktikum …………………………………………….  9
B.     Pembahasan ………………………………………………...             9
BAB V Kesimpulan ………………………………………………...  14
Daftar Pustaka
Lampiran










BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil. Jamur digolongkan ke dalam organisme heterotrof, yaitu organisme yang tidak mampu menghasilkan zat-zat hidupnya sendiri sehingga harus mengambilnya dari organism lain, seperti kayu yang membusuk atau batang pohon. Menurut subkelasnya, jamur dibedakan menjadi dua, yakni Ascomycetes dan Basidiomicetes. Jamur dari subkelas Basidiomycetes lebih mudah diamati karena ukuran tubuh buahnya yang cukup besar, tidak seperti dari subkelas Ascomycetes yang berukuran sangat kecil (mikroskopis).
Berdasarkan media tumbuhnya, jamur konsumsi dibedakan menjadi dua yaitu, jamur kayu dan jamur merang. Sebutan jamur kayu diberikan berdasarkan pada media tumbuhnya. Disebut jamur kayu karena media tumbuhnya berupa bahan-bahan yang berkaitan dengan kayu, seperti kayu gelondongan, serpihan kayu, atau dari serbuk gergaji. Di alam, jamur-jamur ini banyak dijumpai menempel pada pokok-pokok kayu yang telah lapuk atau pada pangkal-pangkal pohon. Sebenarnya istilah “jamur kayu” untuk sekarang ini kurang tepat, karena limbah-limbah yang mengandung selulosa (mengandung karbohidrat) dan lignin, seperti jerami, kapas, dedak, daun pisang, dan tongkol jagung pun sudah dapat digunakan sebagai media tumbuh jamur kayu. Karena itu, praktisnya, sekarang disebut nama jamurnya saja, misal jamur shiitake, jamur kuping, dan jamur tiram.
Ciri-ciri fisik jamur tiram yaitu bentuk tudungnya menyerupai cangkang kerang dengan diameter antara 5-15 cm. Permukaannya licin dan menjadi agak berminyak ketika berada dalam kondisi lembab. Bagian tepinya agak bergelombang. Letak tangkainya lateral atau tidak ditengah, tepatnya agak disamping tudung. Daging buahnya berwarna putih dan cukup tebal. Jika sudah terlalu tua menjadi alot dank eras. Warna tubuhnya berbeda-beda, sangat tergantung pada jenisnya. Misalnya Pleurotus ostreatus berwarna putih kekuningan, Pleurotus plorida berwarna putih bersih, bahkan ada yang berwarna merah muda, misalnya Pleurotus plabelatus. Namun jamur tiram yang banyak dijual di pasar dan telah dibudidayakan di Indonesia adalah Pleurotus ostreatus yang berwarna putih kekuningan. Di habitat aslinya, jamur tiram berasal dari kayu-kayu lunak, kayu pohon karet, kayu pohon kapuk, dan kayu pohon kidamar.
Budidaya jamur tiram memiliki prospek ekonomi yang baik. Pasar jamur tiram yang telah jelas serta permintaan pasar yang selalu tinggi memudahkan para pembudidaya memasarkan hasil produksi jamur tiram. Jamur tiram merupakan salah satu produk komersial dan dapat dikembangkan dengan teknik yang sederhana. Bahan baku yang dibutuhkan tergolong bahan yang murah dan mudah diperoleh seperti serbuk gergaji, dedak dan kapur, sementara proses budidaya sendiri tidak membutuhkan berbagai pestisida atau bahan kimia lainnya. Membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar pertanian jamur tiram. Media pembelajaran yang bertanggung jawab bagi penulis dalam memasuki dunia bisnis.

B.     Tujuan Praktikum
Mahasiswa mengetahui dan memahami cara budidaya Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus).

C.     Manfaat Praktikum
1.      Bagi Diri Sendiri
a.       Mahasiswa dapat mengetahui cara budidaya Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus).
b.      Mahasiswa dapat mengetahui hambatan-hambatan dalam budidaya Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus).
c.       Mahasiswa dapat terampil dalam melakukan budidaya Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus).
2.      Bagi masyarakat
a.       Memberikan informasi mengenai cara budidaya Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus).
b.      Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan kepada masyarakat.
c.       Sebagai referensi bagi masyarakat yang ingin mengembangkan usaha budidaya jamur tiram (Pleurotus ostreatus).

























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Jamur termasuk dalam jenis sayuran yang mengandung sedikit sekali protein dan hidrat arang, seperti halnya kangkung, ketimun, kool, kembang kool, tauge, sawi. “Karena kandungan kalorinya rendah, jamur boleh dimakan sekehendak atau bebas tanpa memperhitungkan banyaknya.
Caray (2008) mengungkapkan bahwa budidaya jamur merupakan salah satu budidaya yang tidak mengenal musim dan tidak membutuhkan tempat yang luas. Jenis-jenis jamur yang umum dibudidayakan ialah jamur merang (Volvariella volvaceae), jamur tiram (Pleurotus ostreatus), jamur kuping (Auricularia polytricha), jamur payung (Lentinus edodes), dan jamur kancing (Agaricus Sp). Hasil panen jamur tersebut tak hanya untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri bahkan ada juga yang di ekspor, seperti jamur kancing dan jamur payung. Media untuk pertumbuhan jamur dapat menggunakan limbah yaitu limbah pertanian (merang dan daun pisang) dan limbah industri (serbuk gergaji). Ramuan atau campuran yang digunakan sebagai media juga bermacam-macam, sedangkan metode yang digunakan untuk budidaya jamur ini juga bermacam-macam, seperti cara ilmiah, konvensional, tradisional, dan semi modern.
Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jamur kayu yang sangat baik untuk dikonsumsi manusia. Selain karena memiliki cita rasa yang khas, jamur tiram juga memiliki nilai gizi yang tinggi. Jamur tiram mengandung protein sebanyak 19 – 35 % dari berat kering jamur, dan karbohidrat sebanyak 46,6 – 81,8 %. Selain itu jamur tiram mengandung  tiamin atau vit. B1, riboflavin atau vit. B2, niasin, biotin serta beberapa garam mineral dari unsur-unsur Ca, P, Fe, Na, dan K dalam komposisi yang seimbang. Bila dibandingkan dengan daging ayam yang kandungan proteinnya 18,2 gram, lemaknya 25,0 gram, namun karbohidratnya 0,0 gram, maka kandungan gizi jamur masih lebih lengkap sehingga tidak salah apabila dikatakan jamur merupakan bahan pangan masa depan (Anonim, 2009).
Selain kelembaban, suhu, sirkulasi udara dan cahaya  juga mempengaruhi pertumbuhan jamur. Suhu udara memegang peranan yang penting untuk mendapatkan pertumbuhan badan buah yang optimal. Pada umumnya suhu yang optimal untuk pertumbuhan jamur tiram, dibedakan dalam dua fase yaitu fase inkubasi yang memerlukan suhu udara berkisar antara 22 - 28 OC dengan kelembabon 60 - 70 % dan fase pembentukan tubuh buah memerlukan suhu udara antara 16 - 22 OC. Sirkulasi udara akan mendukung terciptanya suhu dan kelembaban yang optimal dalam pertumbuhan jamur. Jika tidak maka pembentukan tubuh buah jamur akan terhambat ataupun tidak maksimal. Pertumbuhan misellium akan tumbuh dengan cepat dalam keadaan gelap/tanpa sinar, Sebaiknya selama masa pertumbuhan misellium ditempatkan dalam ruangan yang gelap, tetapi pada masa pertumbuhan badan buah memerlukan adanya rangsangan sinar (Sukimin, 2008).
Tahapan budidaya jamur tiram sangat praktis dan sederhana, syaratnya antara lain, 1. Pencampuran median serbuk kayu, dedak atau bekatul, dan kapur dibasahi dengan air sehinga kadar kelembabannya 45 – 60%, 2. Media dimasukkan kedalam polybag atau kantong plastik lalu dipadatkan, 3. Dikukus minimal 3 jam lalu didinginkan, 4. Inokulasi dengan bibit jamur, 5. Digelapkan selama satu bulan dengan cara disimpan diruang gelap atau ditutup dengan terpal, 6. Setelah seluruh media berwarna putih, penutup dibuka atau polybag disayat, diberi pencahayaan sedikit dan penyinaran di lantai ruangan, 7. Jamur tiram siap dipanen dalam umur 3 – 4 hari (Alamsyah, 2009).
Jamur tiram memiliki berbagai manfaat yaitu sebagai makanan, menurunkan kolesterol, sebagai anti bacterial dan anti tumor, serta dapat menghasilkan enzim hidrolisis dan enzim oksidase. Selain itu, jamur tiran juga dapat berguna untuk membunuh nematoda. Jamur tiram ini memiliki manfaat kesehatan, diantaranya untuk mengurangi kolesterol dan jantung lemah. Dapat juga dijadikan obat penyakit liver, diabetes dan anemia. Jamur tiram juga dipercaya mampu menurunkan berat badan karena berserat tinggi dan membantu pencernaan (Anonim, 2010).

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A.     Tempat dan Waktu
1.      Tempat : Laboratorium Biologi (Laboratorium Jamur), Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2.      Waktu : 4-5 Bulan

B.     Alat dan Bahan
ALAT:
1.      Sterilisasi : drum, kompor minyak, thermometer, selang karborator.
2.      Fermentasi : skop, plastic terpal, corong, ember, timbangan, pengayak.
3.      Pembuatan Log : plastik log (polipropilen), cincin jamur, karet gelang, kertas penutup.
4.      Inokulasi : tongkat inokulasi, ember/baskom, alkohol 70%.
5.      Perawatan Jamur : penyemprot air uap.
BAHAN:
1.      Bibit jamur tiram putih Pleurotus ostreatus
2.      Serbuk gergaji kayu sengon
3.      Bekatul

Sabtu, 16 Oktober 2010

Laporan KKL Kebun Raya Cibodas


KEBUN RAYA CIBODAS
Koleksi Lumut
1.      Angiopteris avecta

Klasifikasi
Divisio                   : Pteridophyta
Classis                   : Marattiopsida
Ordo                      : Marattiales
Family                   : Marattiaceae
Genus                    : Angoipteris
Species     : Angiopteris avecta

Deskripsi:
Termasuk Family Marattiaceae. Dikenal dengan nama Paku Gajah. Paku ini memang mempunyai perawakan yang besar tetapi tidak berbatang seperti paku tiang.Mempunyai pangkal batang yang menggembung sehingga mudah untuk membedakannya dengan jenis paku yang lain. Paku ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: entalnya bersirip ganda, maka setiap ental mempunyai beberapa percabangan dan tiap cabang mempunyai beberapa helai daun sehingga paku ini tumbuhnya rimbun. Panjang entalnya bisa mencapai 2-3 m, sedangkan lebarnya sampai 2 m, tangkainya berwarna hijau, bersisik jarang dan berbulu terutama pada permukaan bagian bawahnya.  Tepinya bersayap sempit, tektur daun umumnya tipis, tepinya bergigi tumpul dan halus, semakin ke ujung bergigi kasar dan melancip. Bentuk pangkal daunnya sangat bervariasi. Sori terdapat di sepanjang tepi daun bagian bawah, berkelompok, memanjang jumlahnya sampai 12 sporangia. Antara kelompok satu dengan yang lainnya saling berdekatan, sehingga bila kita lihat sepintas kelompok-kelompok tersebut merupakan garis memanjang yang membatasi tepi daun. Jenis paku ini tersebar luas di daerah Asia, Afrika, Pasifik dan Australia dengan persyaratan tumbuh adalah: tumbuhnya di tempat-tempat yang lembab pada hutan primer diketinggian ± 600 m dpl, maka menginginkan curah hujan yang banyak. Akan tetapi jenis paku ini belum banyak dibudidayakan, sehingga masih sangat jarang kita temukan ditempat terbuka. Spesies ini ditemui dalam hutan yang tebal mulai dari  tanah rendah ke tanah

tinggi. Sering dijumpai di tepi anak sungai dalam hutan yang sangat sedikit ditembusi cahaya. Kegunaan paku ini dalam lanskap adalah selain dapat dilihat dari unsur estetikanya, paku ini juga sebagai pelindung tanaman- tanaman kecil yang tumbuh di bawahnya dan biasanya dijadikan sebagai vocal point pada taman tersebut.
2.      Dicksonia blumei

Klasifikasi
Divisio                   : Pteridophyta
Classis                   : Pteridopsida
Ordo                      : Cyatheales
Family                   : Dicksoniaceae
Genus                    : Dicksonia
Species     : Dicksonia blumei


Deskripsi:
Termasuk Family Dicksoniaceae atau paku  kidang termasuk paku yang batangnya tumbuh dengan baik, kadang-kadang tingginya sampai 10 meter. Tumbuhnya di tempat-tempat yang berhawa dingin, cocok hidup di daerah pegunungan-pegunungan yang tinggi, bahkan dapat hidup sampai pada ketinggian ± 2.500 meter di atas permukaan laut. Biasanya banyak terdapat di lereng-lereng gunung  pada tanah-tanah cadas. Paku ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : perawakannya ramping, seperti paku tihang (Cyathea contaminans). Mahkota daunnya seperti kelapa, panjang entalnya bisa mencapai 2 meter, melengkung ke bawah, menyirip ganda dua, terdapat duri-duri kasar dan pendek. Ental-ental yang masih kuncup  ditutupi oleh bulu-bulu halus, panjang, lurus  dan mengkilat, warnanya coklat muda sampai coklat tua. Bulu-bulu tersebut masih tetap ada terutama  pada bagian pangkalnya sampai ental itu dewasa. Anak-anak daunnya berlekuk dalam, indusia terdapat pada tepi daun, berderet, bentuknya bulat. Bulu-bulu yang terdapat pada kuncup daunnya, sepintas lalu kelihatannya sama dengan paku penawar jambi. Pada paku kidang bulu-bulu tersebut lebih kasar. Jenis paku ini sudah banyak digunakan orang untuk keperluan tanaman hias, karena disamping bentuknya yang ramping, juga secara visual sangat bagus dan indah.

Paku kidang ini banyak digunakan pada halaman pesanggrahan-pesanggrahan yang letaknya di daerah pegunungan untuk menambah nuansa alam yang alami. Fungsi tanaman ini di dalam lanskap adalah untuk memberikan kesan alami pada taman tersebut serta pengarah jalur para areal taman dan pembatas kawasan taman.
3.      Blechnum vulcanicum
Klasifikasi
Divisio                   : Pteridophyta
Classis                   : Polypodiopsida
Ordo                      : Polypodiales
Family                   : Blechnaceae
Genus                    : Blechnum
Species     : Blechnum vulcanicum

                                        
Deskripsi:
Termasuk  Family Blechnaceae. Menurut sumber yang ada, setidak-tidaknya ada enam jenis paku yang termasuk kedalam marga Blechnum yang tercatat tumbuh di pulau Jawa. Di antara keenam paku tersebut adalah paku lencir (Blechnum orientale) dan paku gunung (Blechnum vulcanicum). Perbedaan diantara keduanya adalah terletak pada bentuk daun mandul dan suburnya. Pada paku lencir kedua daun tersebut hampir sama, sedangkan pada paku gunung keduanya berbeda. Seperti terlihat pada namanya, paku gunung umumnya tumbuh di pegunungan. Jenis paku ini termasuk golongan paku tanah yang dapat dikumpulkan dari daerah yang berketinggian 800 meter sampai dengan 2.000 meter di atas permukaan laut. Paku ini menyenangi tempat-tempat yang terbuka atau di jalan-jalan setapak atau hutan yang tidak terlalu lebat. Di atas disebutkan bahwa paku ini memiliki dua macam daun yaitu daun subur dan daun mandul. Kedua daun tersebut tersusun oleh anak-anak daun yang letaknya menyirip. Di bagian tulang daun utama, anak-anak daun itu menyatu, sehingga sebenarnya anak-anak daun tersebut adalah hanya merupakan lekukan daun utama yang sangat dalam. Ukuran daun tanpa tangkainya adalah antara 15 45 cm. Daun suburnya memiliki anak-anak daun yang lebih sempit. Di bagian daun subur ini terdapat kumpulan kantong spora. Sporanya membentuk barisan yang memanjang, tersebar, kecuali di sepanjang tulang anak daunnya. Rimpangnya pendek, tetapi tebal. Rimpang tersebut tertutup oleh bulu-bulu yang kasar. Akarnya berjumlah banyak, karena paku ini termasuk jenis paku tanah, maka dapat diketemukan di antara tumbuhan lainnya. Paku ini lebih umum dijumpai di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.Jenis paku ini mempunyai fungsi sebagai penutup tanah atau ground cover pada areal taman karena bentuk pohonnya yang sangat kecil dan daunnya saling menutup antara satu pohon denga  pohon yang lainnya.

4.      Asplenium nidus
Klasifikasi
Divisio                   : Pteridophyta
Classis                   : Pteridopsida
Ordo                      : Polypodiales
Family                   : Aspleniaceae
Genus                    : Asplenia
Species     : Asplenium nidus


Deskripsi:
Termasuk  Family Aspleniaceae. Asplenium nidus telah dikenal dengan nama pakis sarang burung. Berdaun tunggal dan mempunyai ukuran yang bervariasi. Yang kecil berukuran panjang 7 cm, lebar 3 cm. Sedangkan yang besar panjangnya dapat mencapai 150 cm, dan lebarnya 30 cm. Ujung daunnya meruncing atau membulat, tepinya rata dengan permukaan yang berombak dan mengkilat. Warna daun bagian bawah lebih pucat dengan garis-garis coklat sepanjang anak tulang daunnya dan pada garis-garis ini spora melekat. Tangkainya sangat pendek, kadang-kadang tidak tampak karena tertutup oleh bulu-bulu halus. Letak daun tersusun pada batang yang sangat pendek, melingkar membentuk keranjang. Tertancapnya daun yang melingkar pada batang jika dilihat dari samping tampak seperti sarang burung, maka janis paku ini lebih dikenal dengan nama pakis sarang burung. Di daerah pasundan tumbuhan ini dikenal dengan nama kadaka. Orang Jawa menyebutnya dengan nama simbar merah. Pakis sarang burung berasal dari Malaya dan kini tersebar luas di seluruh daerah tropika Jenis paku ini dapat tumbuh di daerah pantai sampai di daerah pegunungan dengan ketinggian 2.500 m di atas permukaan laut. Di alam bebas tanaman ini sering ditemukan tumbuh menumpang pada batang-batang pohon yang tinggi. Jenis paku ini menyukai daerah yang agak lembab dan tidak tahan terhadap sinar matahari langsung. Pada perkebunan karet yang sudah tua atau di batang pohon di pinggiran hutan sering ditemukan tumbuhan ini dengan ukuran yang besar. Pakis sarang burung ini sudah lama dikenal sebagai tanaman hias yang biasa ditanam di pot atau yang menempel pada potongan paku pohon. Pakis


ini juga dapat ditanam di pekarangan yang luas dengan jalan meninggikan bagian tanah yang akan ditanaminya, karena paku ini kurang tahan terhadap genangan
air. Jenis paku ini lebih sering di tempatkan pada pohon secara efipit, karena mempunyai bentuk yang menyerupai sarang, sehingga menambah keindahan pada taman.
5.      Davallia solida

Klasifikasi
Divisio                   : Pteridophyta
Classis                   : Pteridopsida
Ordo                      : Polypodiales
Family                   : Davalliaceae
Genus                    : Davallia
Species     : Davallia solida


Deskripsi:
Termasuk  Family Davalliaceae. Paku jenis ini lebih dikenal dengan nama paku kalici, dan sepintas bentuk paku kalici menyerupai paku humata, karenanya dulu paku humata dimasukkan ke dalam marga yang sama dengan paku kalici. Jenis paku ini sering tumbuh menempel pada pohon-pohon besar, terutama di tempat-tempat terbuka. Selain itu dapat pula tumbuh menempel pada batu atau benda-benda lainnya. Daerah penyebarannya mencakup Malaysia sampai ke Polinesia. Paku kalici dapat dijumpai dari daerah pantai sampai daerah dengan ketinggian sekitar 1.000 m lebih di atas permukaan laut. Di Indonesia jenis paku ini terdapat di pulau-pulau Kalimantan, Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara sampai wilayah Irian. Ciri-cirinya adalah memiliki rimpang yang panjang dan rimpang itu sendiri berdaging yang diameternya mencapai 2 cm. Rimpang tuanya masih tertutup oleh sisik yang warnanya coklat gelap, sedangkan pada rimpang mudanya, sisiknya berwarna coklat muda. Panjang tangkal entalnya mencapai 30 cm dan entalnya tersebut berjumbai. Bentuk entalnya kurang lebih segitiga, yang tersusun  atas anak-anak daun yang menyirip tunggal dan menyirip ganda tiga. Teksturnya kaku serta kuat, dengan permukaan atas mengkilap. Pada ental

suburnya terdapat indusia yang letaknya ditepi daun yang akhirnya tertutup oleh pertumbuhan helaian daun dan berbentuk seperti piala serta warnanya coklat dengan panjangnya sekitar 2mm. Davalia solida adalah jenis paku yang sangat berpotensi sebagai tanaman hias. Tumbuhnya tidak memerlukan pemeliharaan yang khusus. Di Malaysia terdapat var.fijiensis  yang biasa dibudidayakan sebagai tanaman hias. Apabila ditanam secara bergerombol pada suatu areal taman, jenis paku ini lebih sering digunakan sebagai tanaman ground cover atau penutup tanah, karena bentuk pohonnya yang pendek dan mempunyai pertumbuhan daun yang saling menutupi.
6.      Pityrogramma tartarea
Klasifikasi
Divisio                   : Pteridophyta
Classis                   : Pteridopsida
Ordo                      : Polypodiales
Family                   : Pteridaceae
Genus                    : Pityrogramma
Species     : Pityrogramma tartarea

Deskripsi:
Termasuk  Family Pteridaceae. Jenis paku ini disebut paku emas, yang disebabkan oleh permukaan bawah daunnya yang berwarna kuning emas. Salah satu kerabatnya, yaitu paku perak (P.calomelanos).  Disebut demikian karena memiliki spora berwarna putih perak. Jenis paku ini tumbuh didaerah pegunungan. Beberapa contoh yang terkumpul di herbarium antara lain berasal dari G. Arjuno, G. Kelud, G. Papandayan, G. Gede dll. Tempat-tempat terbuka dan tanah kering sangat disenanginya. Bahkan jenis ini dapat tumbuh pada batu-batuan di sekitar kawah. Di Gunung Gede, terutama di seluruh Air Terjun Cibeureum dan sekitar Kebun Raya Cibodas, jenis ini banyak dijumpai tumbuh di tebing-tebing atau menempel pada batang paku tihang, terutama yang sudah mati. Di tanah liat atau tanah berbatu yang berpasir. Tanamannya jarang tumbuh berkelompok, melainkan lebih umum dijumpai tumbuh bersama-sama terna serta rumput lainnya. Jenis paku ini berbatang pendek, yang tumbuhnya tegak. Rimpangnya juga pendek sekali, sehingga ental-entalnya membentuk rumpun

kecil. Tangkai entalnya licin, berwarna ungu gelap kehitaman, mengkilap. Pada bagian pangkal tangkai entalnya tumbuh bulu-bulu. Entalnya tersusun oleh anak-anak daun yang menyirip ganda. Panjang entalnya mencapai 35 cm. Ental tersebut bertekstur kaku, yang permukaan atasnya berwarna hijau gelap dan mengkilap. Sporanya tersebar dipermukaan bawah daunnya, sepanjang uratnya dan membentuk barisan yang tidak tertutup. Sorinya berwarna kuning emas, dan karena hampir seluruh permukaan bawah tertutup oleh spora, maka warnanya menjadi kuning emas. Dari segi keindahan jenis ini culup berpotensi untuk tanaman hias. Pemeliharaannya pun tidak terlalu sukar. Sebenarnya jenis ini berasal dari Amerika tropik, dan didatangkan untuk tanaman hias. Janis paku ini pun lebih banyak digunakan sebagai tanaman ground cover apabila ditanam secara bergerombol, karena mempunyai perawakan yang kecil dan pendek.
7.      Cyathea contaminans
Klasifikasi
Divisio                   : Pteridophyta
Classis                   : Pteridopsida
Ordo                      : Cyatheales
Family                   : Cyatheaceae
Genus                    : Cyathea
Species     : Cyathea contaminans
Deskripsi:
Termasuk  Family Cyatheaceae, dan biasa disebut dengan alsophila glauca, merupakan tumbuhan paku yang berbentuk pohon, bentuknya khusus hampir menyerupai pohon kelapa sehingga mudah dibedakan dengan jenis paku yang lainnya. Di alam bebas tumbuhnya tidak menyendiri, melainkan bercampur dengan jenis-jenis lain. Kadang-kadang berkelompok dan banyak dijumpai pada lereng-lereng pegunungan, baik yang terbuka maupun di tempat-tempat yang terlindung. Di daerah Jawa Barat paku ini biasa disebut dengan paku tihang.  Adapun ciri-cirinya adalah perawakannya ramping, berbatang hitam yang ditutupi oleh akar-akar kasar, rapat dan tebal yang berwarna hitam. Pada batang tersebut terdapat lekukan-lekukan dangkal bekas tangkai daun melekat. Batangnya tinggi sampai mencapai ukuran antara 6 – 7 m. Bila telah cukup tua, kadang-kadang pada bagian ujungnya bercabang. Panjang tangkai entalnya sampai 1 m, berwarna

pucat, biasanya berduri keras, berbulu coklat halus dan bersirip ganda.daunnya sendiri tidak bertangkai, helaian daun bertoreh dalam dan letaknya berpasang-pasangan. Tidak mempunyai indusia, yaitu penutup kantong spora, melainkan kantong-kantong spora letaknya di antara anak tulang daun, berkelompok dan bentuknya bulat. Paku pohon ini menyukai daerah dataran tinggi, walaupun sering ditemukan pada daerah dataran rendah, dan paku jenis ini telah banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias, batangnya sering dipakai sebagai tempat untuk menempelkan tanaman anggrek. Kadang-kadang dicincang halus untuk medium dalam pot. Pada bidang lanskap, jenis paku ini lebih sering digunakan sebagai tanaman pelindung, baik bagi tanaman yang tumbuh di bawahnya, maupun bagi manusia yang memanfaatkan tanaman ini untuk berteduh dari terik matahari serta sebagai tanaman pengarah pada jalur sirkulasi.
8.      Tectaria crenata
Klasifikasi
Divisio                   : Pteridophyta
Classis                   : Pteridopsida
Ordo                      : Polypodiales
Family                   : Dryopteridaceae
Genus                    : Tectaria
Species     : Tectaria crenata

Deskripsi:
Termasuk  Family Dryopteridaceae. Jenis paku ini sudah dikenal dengan nama paku kikir yang merupakan salah satu jenis paku-pakuan yang tumbuh di dataran tinggi. Paku ini biasa tumbuh pada daerah yang mampunyai ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut, dan belum ada keterangan yang melaporkan bahwa jenis paku ini tumbuh di dataran rendah. Di alam bebas tumbuhan ini tersebar luas di kawasan Malaysia, Indonesia hingga Polinesia. Ciri-ciri dari pada jenis palu ini adalah daunnya panjang hingga mencapai 70 cm. Pada ujung batangnya tumbuh daun yang terdiri atas 1 – 4 anak daun. Pada bagian bawah batangnya terdapat sepasang daun yang bebas dengan dasarnya yang berlobus, letak daunnya berpasangan berhadapan. Batangnya ditutupi sisik yang berwarna coklat, sisik-sisik tersebut masih juga terdapat pada tulang daunnya. Sporanya

besar dan bentuknya bulat, spora tersebut tersusun dalam satu deretan sepanjang anak-anak tulang daun.  Apabila dilihat dari bentuk pohonnya, jenis paku ini termasuk ke dalam kelompok tanaman semak, dimana mempunyai fungsi sebagai tanaman penyeimbang pada suatu area taman, antara tanaman yang mempunyai ketinggian pohon yang tidak terlalu tinggi.
9.      Asplenium belangeri

Klasifikasi
Divisio                   : Pteridophyta
Classis                   : Pteridopsida
Ordo                      : Polypodiales
Family                   : Aspleniaceae
Genus                    : Asplenium
Species     : Asplenium belangeri

Deskripsi:
Termasuk Family Aspleniaceae. Salah satu jenis paku yang cukup menarik dan banyak dijumpai daerah-daerah dataran tinggi. Di Jawa barat mudah dijumpai di sekitar G. Gede, G. Panggrango dan G. Salak misalnya. Tumbuhnya bersama-sama dengan jenis paku yang lain, pada tebing-tebing atau tepi aliran sungai dan selokan yang tempatnya agak terlindung. Tanah yang berbatu-batu atau tanah cadas yang ditutupi oleh lumut adalah tempat-tempat yang disukainya. Di daerah Sunda paku ini sering disebut dengan nama paku tamaga atau paku beunyeur, karena perawakannya yang kecil, tetapi rumpunnya banyak. Ciri-ciri dari paku ini adalah sebagai berikut; rimpangnya pendek dan tumbuhnya tegak, tangkai daun bagian atas beralur, kadang-kadang terdapat bulu. Entalnya berwarna hijau yang panjangnya antara 15 – 30 cm, dan lebarnya mencapai 4 – 8 cm. Terdapat 18 – 20 pasang daun yang letaknya mendatar. Helaian daun yang tempatnya paling bawah ukurannya lebih besar, semakin ke atas daun tersebut semakin mengecil, ukuran yang besar mencapai 0,5 – 1 cm. Helaian anak daun yang pertama bercabang dua. Daunnya agak berdaging dan warnanya agak hijau pucat. Sori terdapat dekat pangkal lekukan anak daun dan sori-sori itu bergerombol dan warnanya coklat terang. Jenis paku ini akan tumbuh dengan baik apabila berada pada tempat yang

mempunyai ketinggian antara 800 – 2.000 m di atas permukaan laut. Paku tamaga merupakan tanaman liar dan belum banyak dibudidayakan. Mempunyai bentuk yang menarik. Selain itu, pertumbuhannya cepat dan tidak memerlukan perawatan yang khusus.  Adapun fungsi paku ini dalam lanskap sering digunakan sebagai penyeimbang keindahan pada pohon-pohon yang sudah lapuk, dimana paku ini tumbuh secara efipit pada pohon tersebut, sehingga memberikan nuansa yang lebih alami.
10.  Athyrium macrocarpum
Klasifikasi
Divisio                   : Pteridophyta
Classis                   : Polypodiopsida
Ordo                      : Polypodiales
Family                   : Athyriaceae
Genus                    : Athyrium
Species     : Athyrium macrocarpum

Deskripsi:
Termasuk  Family Athyriaceae. Paku ini dikenal pula dengan nama sinonimnya yaitu Aspidium macrocarpum dimana jenis ini merupakan paku tanah yang sering dijumpai di tempat-tempat yang lembab tetapi tidak tergenang air.  Oleh karena itu pada tanah berbatu-batu yang berhumus yang terdapat dipinggiran sungai atau parit di hutan, biasanya paku ini jarang sekali membentuk kelompokan. Dengan demikian, secara alami jenis ini tumbuh bercampur dengan jenis lain yang hidup di bawah tajuk-tajuk pohon yang rindang. Jenis paku ini umumnya tumbuh di daerah pegunungan yang mempunyai ketinggian antara 1.500 – 3.000 m di atas permukaan laut, seperti di G.Dieng, G.Gede dan G.Lawu, serta di gunung-gunung tinggi lainnya di Jawa mudah diperoleh contoh tumbuhan ini. Adapun ciri-ciri yang khas dari janis paku ini adalah paku ini berimpang pendek, bagian ujung rimpangnya ditutupi oleh sisik yang warnanya coklat muda, buram. Panjang gagang entalnya ± 15 cm, ental tersebut bersisik jarang, bentuk entalnya lanset dengan panjang ± 35 cm dan lebarnya ± 6 cm, serta tersusun oleh anak-anak daun yang menyirip yang jumlahnya sampai 15 pasang. Setiap helaian anak daun berbentuk segi tiga yang tepinya berlekuk, paling besar ukuran panjang

anak daunnya berkisar 3 cm. Hampir setiap ental yang sudah dewasa memiliki indusia yang bentuknya bulat atau berbentuk ginjal dan indusia tersebut tertumpuk sepanjang urat daun. Pada saat indusia masak dan memecah, hampir semua daun tertutup spora, warna sporanya coklat muda, berbentuk butiran-butiran kecil.  Janis paku ini mudah berkembang biak dengan sporanya, meskipun dapat pula melakukan perkembang biakannya melalui anakan, akan tetapi jarang ditemukan anakan yang tumbuh disekitar batang.Pada lanskap, jenis paku ini sering digunakan sebagai tanaman pelindung, karena mempunyai tajuk yang melengkung seperti payung, sehingga bisa melindungi tanaman di bawahnya yang rentan terhadap sinar matahari langsung.
11.    Asplenium caudatum
Klasifikasi
Divisio                   : Pteridophyta
Classis                   : Pteridopsida
Ordo                      : Polypodiales
Family                   : Aspleniaceae
Genus                    : Asplenium
Species      : Asplenium caudatum
Deskripsi:
Termasuk  Family Aspleniaceae. Paku ini sering disebut dengan nama paku kenying, dan sekarang masih banyak ditemukan dimana-mana di hutan yang masih lebat. Tumbuhnya bisa secara efipit, tetapi juga dapat tumbuh di batu-batuan atau tanah liat yang keras. Pada umumnya jenis paku ini menyenangi hidup dan tumbuh di daerah dataran tinggi dengan ketinggian mencapai antara 1.000 – 2.200 m di atas permukaan laut, terutama di tempat-tempat terlindung dan agak basah atau lembab, seperti di daerah G.Gede, G.Lawu, dan di tempat-tempat lain yang mempunyai ketinggian lebih dari 900 m. Paku kenying ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : berimpang pendek, ujung tunasnya bersisik, berwarna coklat dan sisik tersebut dapat mencapai panjang 1 cm. Jumlah entalnya dalam tiap pohon cukup banyak. Ental-ental tersebut menyirip dan tumbuhnya tegak, panjang tiap ental mencapai 100 cm lebih dan tiap ental terdiri atas anak-anak daun yang letaknya berpasangan. Anak daunnya tidak bertangkai, bercuping dangkal dan tipenya bergigi. Pangkal anak daunnya besar sebelah, sedangkan ujungnya lancip.

Permukaan atas daunnya berwarna hijau gelap, mengkilap. Kelompok kantong spora atau sorinya tumbuh di kiri dan kanan tulang daun bagian tengah, menyusun diri rapat-rapat dan hampir sejajar dengan tulang daun, bentuk sorinya memanjang. Perbanyakan diri dapat dilakukan melalui rimpang dan sporanya, kedua cara perbanyakan tersebut menghasilkan pertumbuhan yang cepat. Untuk kebutuhan tanaman hias atau taman, jenis ini dapat ditanam pada tanah yang berbatu-batu atau tanah yang sudah dicampur dengan pecahan tembok. Dengan cara ini tempat tumbuh yang mendekati keadaan alami dapat disediakan. Fungsi paku ini pada lanskap lebih diutamakan sebagai pembatas jalur pada taman, karena mempunyai postur yang tegak dan tidak terlalu tinggi pertumbuhannya.
12.    Didymochlaena truncatula
Klasifikasi
Divisio                   : Pteridophyta
Classis                   : Pteridopsida
Ordo                      : Polypodiales
Family                   : Dryopteridaceae
Genus                    : Didymochlaena
Species      : Didymochlaena truncatula

Deskripsi:
Termasuk  Family Dryopteridaceae. Di kawasan priangan paku ini dikenal dengan nama paku sigung, dan di Jambi paku ini bernama paku reupang. Sedangkan di beberapa kepustakaan, paku ini bernama Aspidium truncatullum atau Didymochlaena lunulata. Jenis ini merupakan jenis paku pegunungan yang hidup pada ketinggian sekitar 1.750 m lebih. Pada ketinggian demikian kita dapat menjumpainya, seperti di G. Gede dan sekitarnya atau G. Halimun. Di daerah Padang jenis paku ini dapat di jumpai di G. Besar, G. Kanibalu dan daerah lainnya, sedangkan di Sulawesi jenis paku ini tumbuh pada ketinggian antara 800 - 1.300 m di atas permukaan laut. Umumnya  dapat dengan mudah ditemukan di hutan primer yang lembab serta penuh dengan naungan ; pada tanah berpasir, tanah gambut, atau tanah yang kaya akan humus. Dalam suatu lokasi yang ukurannya tidak begitu luas, jenis paku ini tumbuh terpencar dan saling berdekatan. Paku sigung ini termasuk jenis paku tanah yang pertumbuhannya

tidak merumpun. Batangnya pendek dan berdaging yang tumbuh tegak. Akarnya kaku seperti kawat. Sisiknya banyak terutama pada bagian pangkal entalnya serta ujung batangnya. Panjang tangkai ental sekitar 50 cm. Ental tersebut menyirip ganda, yang panjangnya secara keseluruhan 100 cm. Tiap sirip tersusun oleh helaian anak-anak daun yang letaknya sejajar. Helaian anak daun tersebut berbentuk tepas (kipas api) yang tepinya rata atau agak bergigi. Strukturnya agak kaku dan warnanya hijau gelap mengkilap. Sori atau kelompokan sporanya dekat tepi helaian anak daun. Dari permukaan atas, tempat kantung spora berada terlihat nyata sebagai benjolan-benjolan. Jenis ini memiliki bentuk daun serta perawakan yang indah. Entalnya pun memiliki warna kemerahan mengkilap terutama ental yang masih mudanya. Bila akan dipelihara sebagai tanaman hias, terutama di tempat-tempat yang teduh dan berhawa sejuk, paku sigung akan menampakan keasriannya. Fungsi paku ini dalam lanskap biasanya ditanam sebagai tanaman utama (vocal point) pada satu area taman yang dilengkapi dengan tanaman lain yang berfungsi sebagai ground cover di bawahnya.